Menerima Penghargaan Tupperware She can Award 2013

Tupperware SheCAN! Award 2013, penghargaan untuk 89 orang yang menginspirasi Indonesia dengan karya-karya sosial mereka

Menerima Penghargaan Indi Women Award 2013

21 Perempuan Inspiratif Menerima pengharagaan "Indi Women Award" dari PT. Telkom Indonesia, dihadiri oleh Ibu Linda Gumelar, Menteri Peranan Wanita. Bagian saya, Socio Activist untuk Save Street Child

Crowd Funding Projects

Kita bisa keroyok project-project sosial ini bersama-sama untuk masa depan yang lebih baik. Gabung sekarang! ^^

Bersama Sarah Sechan dan Keluarga Save Street Child

Talk Show di NET TV bersama Sarah Sechan. Adik-adik ternyata sudah berbakat sebelum ditraining jadi host TV!

Kumpulan Puisi

Kumpulan puisi-puisi karya sendiri atau saduran dapat dibaca disini

Tampilkan postingan dengan label love. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label love. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Februari 2015

10 Langkah Pesta Nikah Murah

Gambar diambil dari sini

Hidup itu sederhana, yang hebat hanya tafsiran-tafsirannya.
Begitulah prinsip hidup Pramoedya Ananta Toer, novelis legendaris yang pernah menjadi kandidat peraih nobel sastra dari Indonesia. Saya pun demikian. Menyukai hal-hal yang sederhana, tak berlebihan, karena begitupun yang diajarkan oleh agama Islam. Ajaran yang saya anut.
Dalam prinsip ini, tentu saja harus sejalan dengan kehidupan. Termasuk, diantaranya, dalam penyelenggaraan pesta pernikahan.

Dalam tulisan berikut, saya ingin berbagi dengan teman-teman tentang bagaimana cara meminimalisir biaya pernikahan dengan pesta yang meriah, namun, terjangkau dan menyenangkan semua pihak.

Pernikahan adalah hari yang sangat dinanti-nanti bukan?

Berikut saya rangkum, 10 LANGKAH MUDAH yang bisa teman-teman ikuti untuk menyelenggarakan pesta pernikahan murah tanpa wedding organizer.

1) Tunangan All-In
Kebetulan, saya adalah orang Jawa. Adat Jawa tidak mengenal tunangan, tapi, lamaran. Lamaran adalah proses penjajakan kedua keluarga sekaligus meminta persetujuan pihak yang akan dinikahkan. Namun, supaya lebih memudahkan ke depannya, kami memutuskan untuk tukar-cincin juga (tunangan). Cincin ini juga yang akan jadi cincin kawin di kemudian hari. Tinggal dipindahkan saja dari jari manis kiri ke jari manis kanan. Hemat nan pantas, bukan?


Gambar diambil dari sini

2) Pesta di Salah Satu Pihak
Dalam budaya Jawa, ada dua pesta, pesta pernikahan di pihak perempuan dan pesta pernikahan di pihak laki-laki, istilahnya “ngunduh mantu”. Padahal, jika pesta di salah satu pihak saja, itu cukup menghemat anggaran. Keduabelah pihak, laki-laki dan perempuan, dapat saling dukung perihal dana dan tenaga.
Kalau kami, hanya pesta di satu pihak saja, sedangkan di pihak laki-laki diadakan tasyakuran sembari pengajian saja. Kebetulan, suami memang anak terakhir yang menikah, kedua adik perempuannya sudah nikah duluan. Jadi, tidak ada masalah. Ingat, selalu musyawarah ya :)


Foto dok. pribadi

3) Atur Anggaran Pesta

Pesta tanpa anggaran ibarat maju ke medan perang tanpa senjata. Ini sangat penting. Karena segala pernak-pernik yang dibutuhkan sewaktu perencanaan kelak akan sangat menipu. Sisihkan 10%-20% dana tak terduga untuk menutup biaya.

Gambar diambil dari sini

4) Buat Ceklist dan Dateline
Sudah tau apa saja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pesta pernikahan? Jika belum, silakan unduh dokumen ini. Saya sempat catat apa saja yang diperlukan untuk tetek-bengek pesta pernikahan, mulai browsing-browsing maupun nanya teman-teman yang sudah nikah duluan.
Ceklist dan dateline ini sangat penting dalam mempersiapkan pesta pernikahan supaya keep in track. Saya dulu persiapan pestanya tiga bulan, dan itu rasanya cepat sekali lho! Watch your dateline, ya!
- Unduh GRATIS Ceklist Excel Di Sini
- Unduh GRATIS Label Undangan Di Sini

Gambar diambil dari sini

5) Cari Vendor
Vendor adalah jantung dari sebuah event, setelah konsep dan anggaran. Mengapa? Sekalinya kita menemukan vendor yang pas di hati, baik secara jalinan kerjasama maupun biaya, ini akan menyukseskan event.
Gambar diambil dari sini

6) Urus Surat Nikah  
Setelah mempersiapkan semuanya, selalu ingat,H-30 kalau bisa usahakan mengurus surat nikah. Bagaimana caranya? Ikuti langkah berikut ini ya-> KUA Benowo
Saya sendiri mengurus persyaratan ini tidak lebih dari 5 jam, mulai dari RT/RW dan tentu saja, GRATIS! :)

Foto dok.pribadi

7) Asah Kreativitas
Menghelat pesta pernikahan artinya harus kreatif. Untuk itulah, orang-orang yang tak mau terlalu repot dan punya dana bisa membayar wedding organizer. Jangan khawatir. Ada jutaan situs di internet yang bisa bantu kamu untuk mencari inspirasi mulai dari design cincin kawin, design undangan, cara bikin undangan online gratis, cara make up dan hair-do/ hijab-do, model gaun terkini, sampai bagaiman cara berpose dengan kamera jepretan tripod namun terasa profesional. Ini tentu sangat menghemat budget pernikahan.

Gambar diambil dari sini

8) Manajemen Event Mandiri
Kreatif artinya berdaya mandiri dan penuh ide. Kalau saya, tentu saja memanajemen event mandiri (dibantu keluarga). Silakan download ceklist pada point no. 4 dan tambahkan sesuai kebutuhan. Pesta pernikahanmu tentu dapat berjalan lancar, sesuai budget.

Gambar diambil dari sini

9) Perawatan Pranikah Di Rumah
Siapa bilang perawatan pra-nikah harus berbiaya selangit? Untuk perempuan yang sudah terbiasa dengan do-it-yourself treatment seperti saya, perawatan pranikah cukup dilakukan di rumah. Ada jutaan tips di internet untuk hal ini, salah satunya adalah: Skin Beauty Care, Crazy Indian Wedding, Style Craze dan masih banyak lagi.
Saya sendiri sudah rutin menggunakan masker dan lulur seminggu sekali, bahkan sejak kelas 2 SMP! Hehe... Jadi, jangan khawatir, perawatan di salon itu mahal di jasa kok. Bahan-bahan serupa banyak ditemukan di supermarket terdekat dan tentu saja, dengan bantuan saudara, kamu bisa melakukan perawatan ala spa di rumah. Mudah dan murah.

Gambar diambil dari sini

10) Minta Bantuan Saudara/ Sahabat
Last but not least, minta bantuan saudara dan sahabat. Tanpa mereka, kita bukanlah apa-apa. Tentu saja diiringi doa ya, supaya pesta pernikahanmu dari A-Z bisa optimal. Di Jawa, ada istilah “Rewang”. Tradisi turun temurun yang mengakrabkan sanak-saudara untuk bahu-membahu membantu segala persiapan hajatan. Dan ini sifatnya take-and-give, siapa yang sering ‘rewang’, dia juga yang akan ‘direwangi’. Menjadi makhluk sosial yang seutuhnya memang harus mengenal dan menjaga silaturahim dengan tetangga dan saudara, sehingga, kelak, kita akan dimudahkan.

Gambar diambil dari sini

Good luck untuk persiapan pernikahannya ya!
Selalu cek-ricek dan berdoa.
Semoga tulisan ini membantu!

Love,
Shei


Rabu, 21 Januari 2015

Tai Kucing Rasa Coklat

Gambar diambil dari sini

Ibarat petuah urban-legend tentang cinta yakni “tai kucing rasa coklat”, begitu pula kami menjalani hari-hari sebagai suami istri. Kalau dulu pernah ilfeel sama gebetan yang melakukan perbuatan tidak senonoh, misal, kentut sembarangan, pasti kita sudah kehilangan hasrat ingin mendekat, kan?

Ini tidak berlaku ketika menjalani kehidupan rumah tangga.

Baik-buruk pasangan sudah seperti mata koin yang menjadi satu kesatuan.

Saya yang ceroboh dan tidak sabaran ini harus bisa diterima apa adanya oleh suami yang penyabar, namun saklek dalam beberapa hal dan suka mengkritik istrinya yang, kalau sedang bad-mood, bakal ngambek, tentunya.

Namun, banyak hal istimewa setiap hari yang menjadi harta-karun tak ternilai dalam memahami pasangan lagi dan lagi. Pembelajaran tentang kehidupan disertai gesekan yang kadang menyulut bara amarah, kadang malah bikin enak #eh, sudah menjadi bumbu rumah tangga.

Yang pasti, bumbu-bumbu ini seharusnya tak mengubah cita rasa menu utama: ketakwaan dalam beribadah. Bukankah, menikah itu menyempurnakan separuh iman?

Jadi, apa yang kita lakukan setiap hari, sebagai suami-istri, sebetulnya memiliki nilai ibadah, kalau niat kita lurus karena Allah.

Sedikit cerita, pernah suatu hari, ketika suami hendak berangkat kerja, sepatunya kena tai kucing. Padahal, ia sedang terburu-buru, karena waktu sudah menunjukkan hampir pukul tujuh. Satu jam lagi ia sudah harus tiba di kantor, belum kalau kena macet.

Mungkin, bagi sebagian orang, insiden kecil begini sudah bikin rusak hari. Bagaimana tidak, sudah terburu-buru kok masih harus bersihin tai kucing yang nempel di sepatu kulit yang awalnya hitam mengkilat karena disemirin istri tiap hari.

Tapi suamiku tidak.

Ia tidak marah. Hanya menunjukkan padaku, lalu dibersihkan sendiri. Kemudian ia menyemirnya, lalu menyeruput teh hingga habis setengah, kemudian pamit kerja seperti biasa.

Sesampainya di kantor, ia mengirimiku pesan sngkat yang mengabarkan bahwa dirinya sudah sampai dengan selamat, hanya telat 3 menit, dan memberitahu kalau akan menelepon beberapa saat lagi.

Ketika kuangkat teleponnya, ia hanya pamit akan pergi dinas ke Banjarmasin besok, lalu sedikit mengungkit kejadian tadi pagi.

Sebagai istri, sebenarnya aku malu dan merasa lalai karena tidak memeriksa sepatunya terlebih dahulu. Biasanya, setelah membuatkan teh dan menyiapkan bekal, aku menyemir sepatunya. Aku menikmati mengabdikan diri sebagai istri seperti itu, seperti yang dilakukan ibuku. Seperti yang dianjurkan ajaranku. Fitrah istri sebagai pelengkap suami, karena, suami juga punya tanggung jawab lain kepada istrinya. Hubungan timbal balik seperti ini tidak seharusnya dihitung untung-rugi. Tapi, lagi-lagi, sebagai bentuk ketakwaan sesuai perintah agama.

Sebetulnya, aku merasa malu dan jengkel pada diri sendiri. Ini yang menyebabkan aku agak marah (karena denial) ketika suami menunjukkan ada tai kucing di sepatunya.

Apakah aku kemudian tersinggung dan mengira ia menyindirku?

Tidak (awalnya iya).

Aku meminta maaf atas kelalaianku, tentu saja setelah kejadian itu berlalu.

Akibatnya adalah, suamiku malah bilang, kalau insiden itu bukan apa-apa, dan bukan atas kelalaianku. Cuma cobaan kecil di pagi hari supaya sabar (Oh, aku sangat mencintainya). Dan benar saja, ia bisa sabar. Meski ia mengaku, awalnya ia sangat ingin marah, entah ke siapa, karena jengkel dan terburu-buru.

Betapa menyenangkan memiliki partner hidup yang bijak seperti itu. Aku sangat bersyukur.
***
Menjalani rumah tangga, ibarat, menjalani titian jembatan yang harus dilakukan berdua. Jika tidak, keseimbangan akan goyah, kita pun akan terjatuh, dan mati. Pengekangan ego dan toleransi tinggi sudah harus dijalankan sejak hari pertama mengarungi bahtera hidup bersama. Selain itu, niat awal, Lillahi ta’ala, bisa menjadi modal utama jika kelak, ada cek-cok kecil mewarnai keseharian.

Selalu ingat Allah dalam setiap langkah kita berumah tangga.

Kami pun selalu belajar setiap hari, memperbaiki niat berulang kali, dan menyempurnakannya lagi dan lagi, tiada putus.

Apapun yang dilakukan istri kepada suami dan suami kepada istri adalah bentuk ibadah, sedangkan pengingkarannya adalah pengkhianatan tak hanya ke pasangan tapi juga pada Allah.

Jika hal itu menjadi tonggak utama, niscaya, bumbu-bumbu rempah dalam membina rumah tangga benar-benar sebagai penyedap saja, tanpa mengurangi cita rasa menu utama tadi.

Senyumnya istri, ibadah. Berhiasnya istri untuk suami, ibadah. Memasak untuk keluarga, termasuk ibadah. Mengandung, melahirkan, merawat, hingga membesarkan anak, terhitung ibadah juga. Inilah mengapa, menikah memang menyempurnakan separuh iman. Ingat ya, separuh, lho. Bukan hanya sebagian saja. Betul-betul 50%, InsyaAllah. Betapa mulianya pernikahan, betapa mudahnya menegakkan ibadah dan mencintai Allah.

Sudah siap?

Menjadi Istri Ternyata Tidak Menyenangkan.....


Pikiran tentang menikah dan menjadi seorang istri, agaknya, bagi kebanyakan perempuan merupakan suatu impian sekaligus mimpi buruk yang hadir bersamaan. Betapa tidak, impian untuk jadi cinderella bisa saja terbalik 180 derajat menjadi upik abu, jika, ternyata suami yang dinikahinya tak sesuai harapan.

Ini terjadi pada saya.

Seminggu lalu, tepatnya, 10 Januari 2015, saya menikahi pria yang saya kenal selama dua tahun. Kemudian kami melanjutkan hidup masing-masing dan bertemu lagi beberapa bulan kemudian. Lalu semakin dekat, kemudian memutuskan untuk menikah enam bulan kemudian.

Bayangan saya, menjadi istri itu ngeri-ngeri sedap.

Ternyata benar saja....

Menjadi istri ternyata tidak menyenangkan..................







Tapi sungguh menakjubkan!

Setiap hari, biasanya saya bangun tidur, melakukan rutinitas harian tanpa tujuan, kemudian kembali tidur, kini memiliki alasan: membahagiakan suami dan mengharapkan Ridho Illahi.

Sekarang, setiap pagi, saya selalu terbangun dengan kecupan dan pelukan hangat, kemudian dilanjutkan dengan aktivitas harian, menyiapkan bekal suami, menyemir sepatunya, dan mendoakan supaya hari-harinya penuh berkah dalam rangka mencukupi nafkah untuk keluarga kecil kami.

Setiap hari, saya jadi punya alasan untuk berhias diri demi suami.

Setiap hari, saya merasa menjadi perempuan paling istimewa di muka bumi berkat cinta dari suami.

Rutinitas ini begitu menyenangkan bagi saya, meski kadang membuat lelah (dan berbunga-bunga). Suami saya tak pernah cerewet. Kalau saya capek, tidak masak, ya kami jadi punya alasan untuk makan malam di luar. Malah, kadang kalau otot terlanjur kaku dan butuh diurut, suami mau mengurut otot-otot dengan penuh cinta. Pernah juga, suatu malam, ketika saya masih sibuk dengan cucian, sepulang kerja, ia turut membantu menjemur cucian-cucian itu tanpa mengeluh.

Menjadi istri, ternyata menjadi perempuan yang paling dicintai suami setelah ibunya. Dan ini sangat menyenangkan! Saya malah berfikir, kenapa ya nggka menikah sejak dulu? Kalau ternyata, jadi istri tuh enak kayak gini :)

Gimana pengalamanmu jadi istri? Share yuk...
Yang belum menikah, didoakan supaya segera bertemu dengan jodohnya dan mengalami kejadian-kejadian ajaib setiap hari bersama suami ya :)

Love,
Shei

Sabtu, 10 Januari 2015

Kisah Kami, Dua Tahun Lalu, dan Enam Bulan Kini

"And of His signs is that He created for you from yourselves mates that you may find tranquillity in them; and He placed between you affection and mercy. Indeed in that are signs for a people who give thought." 
(Q.S. Ar-Rum: 21)


“Mas dimana?”

“Di kantor, jadi ke Plaza Festival?”

“Jadi kok, aku udah di sini sama pacarku. Aku tunggu ya,”

Dan telepon pun terputus. Mas Faris sampai di Plaza Festival beberapa jam kemudian, dengan beberapa lembar dokumen dalam satu map, ia kemudian menyodorkan pulpen. “Tanda tangan di sini, sini, dan sini. Maaf gak bisa lama, mau pulang,”.

Aku tersenyum dan menurutinya. Setelah tanda tangan, Mas Faris pulang. Aku dan pacarku lalu karaokean bersama teman-teman. Kami begadang hingga tengah malam. Dengan wajah agak pucat, mungkin kelelahan, Mas Faris menyetop taksi dan pulang menuju kosan. Saat itu, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, dan Mas Faris masih semangat membantu mengurus Akta Yayasan. Ia begitu baik, tanpa pamrih. Ia selalu mendatangi kami, bahkan hanya untuk sebuah tanda tangan. Kami tak pernah membayarnya. Aku selalu merasa beruntung memiliki dia dalam organisasi.

Beberapa bulan berlalu, setelah Akta Yayasan jadi, aku jarang mendengar kabarnya. Biasanya, kami sering janjian untuk rapat organisasi, jalan-jalan, maupun bersenang-senang. Akhir-akhir ini, ia tampak menghilang. Rindu, mungkin. Karena kami sama-sama di perantauan. Aku dan Mas Faris juga berasal dari kampung halaman yang sama, Jombang, Jawa Timur. Perkenalan beberapa tahun lalu sewaktu SSC memperingati “Hari Anak” menjadi awal mulanya. Kami terkejut, mengetahui berasal dari kampung yang sama. Tapi, ia banyak menghabiskan waktu di Malang, kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang, dan aku tumbuh-besar di Surabaya. Jombang, menjadi kota yang kami rindukan. Sejak saat itu, aku menganggapnya sebagai kakak.

***
“Mas, sehat?”

“Sehat kok. Kenapa Dek?”

“Nggak, kok jarang ada kabar. Nonton yuk..”

“Walah, aku sekarang tinggal di Malang”

Bak disambar petir di siang bolong, aku terkejut. Bagaimana bisa dia pindah tanpa pamit? Padahal, kami begitu dekat, kenapa dia tak cerita? Mas Faris lalu menjelaskan bahwa kepindahannya tanpa pamit memiliki alasan, salah satunya, ia tak ingin berat berpisah dengan teman-teman di organisasi. Aku mencoba mengerti, meski sedih hati. Aku telah kehilangan sosok kakak yang membuatku nyaman. Bahkan, ada banyak hal yang tidak kuceritakan pada sahabat, maupun, pacar, tapi aku merasa nyaman cerita pada Mas Faris. Sosoknya yang teduh dan penuh wibawa, membuatku percaya bahwa dia amanah dan menyenangakan. Melihatnya, seperti melihat kegigihan adikku, dan kelembutan serta ketegasan Bapakku. Aku begitu menghormatinya. Mungkin, memang inilah ciri khas Laki-laki Jombang. Entah mengapa, aku merasa sangat nyaman.

***
Beberapa bulan sejak kepindahan Mas Faris, aku sudah melupakannya. Fokusku ke orang lain beralih ke diri sendiri. Aku memiliki banyak hal yang harus diurus, terutama semenjak putus dengan pacar terakhir. Kami sempat merencanakan untuk menikah, tapi takdir berkata lain. Akhirnya, aku sibuk menata diri kembali. Sedih dan putus asa sempat menghampiri, namun, karena kasih sayang Allah dan kelembutan serta dukungan sahabat-sahabat dekat, aku bisa tegar dan bangkit kembali. Sejak saat itu, aku tak ingin pacaran lagi. Aku memutuskan untuk mencari suami. Meski banyak yang menghampiri, aku bergeming. Aku tidak ingin lagi main-main, kemudian, aku semakin mendekatkan diri pada Illahi, meminta perlindunganNya supaya tak lagi tergoda. Supaya aku semakin matang dan dewasa. Akhirnya, aku meminta salah seorang sahabat terpercaya untuk membimbingku, secara emosional dan spiritual. Aku pun disarankan untuk membuka hati lewat proses taaruf. Beberapa orang sempat singgah dan aku jajaki, namun, ternyata kami belum berjodoh. Berbagai profesi, status sosial, umur dan tingkat ketampanan tidak menjadi tolok ukur. Semuanya kuserahkan pada Allah. Sebelum memutuskan apapun, aku selalu Istikharah. Namun sayang, gagal. Aku tidak juga diyakinkan oleh pilihan-pilihan yang datang.

Sebetulnya, episode hidupku akhir-akhir bukan hanya mencari jodoh, tapi juga menemukan jati diri. Semakin tenggelam dalam rutinitas dan kebisingan Jakarta, semakin kering kerontang hati dan jiwa. Aku merasa tersesat. Aku merasa ada sesuatu yang hilang. Setelah memperbanyak dzikir dan doa-doa, akhirnya aku merasa tenang. Lalu, pada suatu ketika di Bulan Ramadhan, alhamdulillah, aku mendapat hidayah. 

Aku pun hijrah.

Aku hijrah secara spiritual dan sosial. Aku kembali mengenakan hijab, aku juga kembali ke Surabaya. Aku kemudian membatasi diri dari pergaulan-pergaulan seperti sebelumnya. Sedikit demi sedikit, aku mulai meninggalkan kebiasaan lama.

***
“Mas, sehat? Rumah mas dimana sih?”

“Sehat alhamdulillah. Di Perak, dek, kenapa?”

“Main yuk! Aku juga lagi di rumah Mbah,”

Beberapa hari sebelum lebaran, aku dan Mas Faris kembali bertemu di kota kerinduan, Jombang. Sudah lama rasanya aku menginginkan untuk datang ke kota ini. Ngopi sambil makan bakso di alun-alun ditemani lampu temaram. Duduk-duduk merasakan angin malam hingga kepala pusing, kadang juga kehujanan. Ah. Rindu rasanya.

Aku tak mau melewatkan kerinduan ini sendirian, reuni harus terjadi! Aku harus mengajak Mas Faris, teman satu organisasi dan memamerkan kebersamaan kami ke teman-teman di Jakarta supaya bisa ikut menyusul ke Jawa Timur. Malam itu juga, aku mengajak adik dan tanteku ke Alun-alun, aku juga mengajak Mas Faris untuk ketemuan di sana.

“Assalamualaikum, Mas! Alhamdulillah, bisa ketemu.. Aaaa kangen!”

Kami bersalaman, melepas rindu sambil memesan dua cangkir kopi panas. Malam itu, cuaca di Jombang sedang dingin, gerimis juga kadang datang. Tapi kami tetap tak ingin membatalkan jadwal. Rupanya, aku baru sadar, itu adalah kali pertama Mas Faris melihatku mengenakan hijab. Awal mula berhijab, aku memasang foto di Whats App, dan ia berkomentar standar, “cantik,” katanya. Aku sudah biasa dipuji begitu, bukan hal baru. Tapi, setelah malam itu. Pujian darinya begitu berbeda. Pujiannya menggetarkan hatiku. Ada apa sebenarnya?


“Kalau aku mampu, mending aku yang ‘minta’ dedek ke orang tua dedek,”

Awal pembicaraan canggung kami dimulai setelah malam itu. Meski sempat terkena gerimis dan pusing, aku pikir, kali ini pusing di kepalaku berbeda. Perutku juga agak kram. Jantungku berbedar. Lamat-lamat aku mengamati tulisan di layar ponsel dengan gejala yang sama. Aku lalu menanyakan maksudnya. Rupanya, ia ingin melamarku.

APA? IA INGIN MELAMARKU?

SERIUSAN, DIA INGIN MELAMARKU?

“Mas, serius? Becanda ya?”

“Lho, masa yang kayak gini becanda? Ora ilok,”

“Ya Allah!”

Aku kemudian terdiam dalam waktu yang sangat lama.

***
"Nggak mampu gimana, Mas?"

"Ya, aku masih belum punya apa-apa. Hidupku sangat sederhana. Dedek lebih pantas bersanding dengan pria yang lebih mapan,"

Aku bergeming, sambil tersenyum, aku membalas pesan singkatnya.

"InsyaAllah harta bisa dicari, tapi kalau jodoh, anugerah dari langit yang harus dijemput saat ini,"

***

Kecanggungan kami kemudian berlanjut. Setelah pembicaraan lewat ponsel itu, kami memutuskan untuk istikharah bersama. Aku tak ingin terburu nafsu dan mengiyakan atau menolak tanpa meminta petunjuk. Beberapa pertimbangan rasional sudah ada, selanjutnya, tinggal menyerahkan pada Yang Maha Kuasa.

Aku begitu ingat memori lama saat kami selesai rapat kerja di Jakarta. Aku, dan beberapa teman perempuan, ditemani Mas Faris, memutuskan untuk menginap semalam di basecamp, sambil bersih-bersih. Para perempuan tidur di kamar, Mas Faris di ruang tamu beralaskan tikar. Kami begadang sampai tengah malam, lalu kelaparan. Mas Faris terlihat masih tidur. Aku dan teman-teman memutuskan untuk membeli mie goreng di warung depan. Dengan hati-hati, aku membangunkan Mas Faris. Mungkin saja ia juga ingin makan. Rupanya ia terbangun dan hanya memesan teh panas. Kami beranjak menuju warung dan makan sampai kenyang. Sepulang dari warung, kami mendapatinya sedang membaca Al-Quran. Aku begitu terharu. Belum pernah aku bertemu lelaki di Jakarta yang, setelah solat tahajud, kemudian membaca Al-Quran. Sempat aku berbisik ke teman-teman,”Lihatlah, kalau Mas Faris jadi suami, Ia pasti jadi Imam yang baik,”.

***
“Jadi, gimana dek?”

“Aku lapar, mas...”

Proses istikharah kami berdua telah berlangsung, dan baru kemarin malam, ada petunjuk untuk melangkah lebih jauh lagi. Namun, sebelum menjawab pertanyannya, aku minta izin untuk memberi hak pada lambung dulu. Hari itu, kami baru saja menghadiri peringatan setahun SSC Mojokerto. Kami begitu bahagia. Aku, terutama. Bisa melihat semangat teman-teman dalam memberikan pelayanan pendidikan pada sesamanya. Ini menjadi penghangat jiwa dan kemanusiaan. InsyaAllah barokah jika diiringi niat untuk mengabdi di Jalan Allah.

Kami makan ayam penyet.

Aku ingat, dulu waktu di Jakarta, Mas Faris sering sekali dimintai teman-teman untuk membelikan eskrim. Kali ini pun sama. Seperti adik kecilnya, aku meminta dibelikan eskrim. Es itu pun habis sebelum hidangan disajikan.

Dengan wajah tertunduk, sebelum ia menanyakan lagi, aku bercerita soal mimpi di solat istikharahku. Mas Faris tampak tersenyum malu-malu. Ia menatapku lekat-lekat dan bilang, “InsyaAllah aku akan segera melamarmu,”.

Aku pun tersedak lalu mengangguk.

Kami kemudian menghabiskan es jeruk dan bersiap untuk pulang.

"Gimana, Mbak? Sukses?" Tanya sepupuku, Ninis, setelah aku pulang. Aku mengangguk dan memberitahunya kalau kami akan lamaran.
***
Sebulan berlalu sejak Mas Faris menyatakan kesediaannya untuk melamarku. Ia kemudian ke rumah dengan keluarga besarnya. Ini sungguh lucu. Aku menghitung kedatangan Mas Faris ke rumah dalam dua bulan terakhir. Hanya tiga kali. Aku mengingat-ingat kelakuan saat remaja dulu, bolak-balik ke  rumah pacar, bolak-balik jalan berdua, bolak-balik putus cinta. Kali ini, aku akan menikahi orang yang bahkan belum pernah menjadi pacar sebelumnya.

Kedatangan Mas Faris yang pertama, adalah ketika dia mengantarkanku setelah dari Malang, kebetulan aku silaturahim ke teman-teman SSC Malang. Kedatangan Mas Faris yang kedua, adalah ketika Mas menjemputku di stasiun saat tengah malam, setelah aku melancarkan proyek #JadwalKelanaShei keliling dari Mojokerto, Malang, Dieng, Jogja, hingga Singapura dan Malaysia. Kedatangan Mas Faris yang ketiga adalah saat ia ke rumah bersama keluarga besarnya untuk melamarku. Benar-benar waktu yang sangat singkat, dan mulus. Keinginan kami disambut baik keluarga dan InsyaAllah diridhoi Allah. Acara lamaran berjalan lancar, kami pun mempersiapkan pernikahan empat bulan kemudian.
***
“Mas, nggak nyangka ya?”

“Iya ya, dek. Dulu kemana aja ya kita? Udah kenal lama, baru niat nikah sekarang-sekarang,”

“Hihi... Jodoh emang Rahasia Allah, ya mas...”

Aku menghitung, sejak awal kami bertemu kembali dan taaruf, hingga lamaran dan walimahan, ada enam bulan waktu yang terdedikasikan. Sebulan untuk taaruf, sebulan kemudian lamaran, dan empat bulan selanjutnya untuk persiapan walimahan.

Alhamdulillah, hari ini kami akan melangsungkan akad nikah. Resepsi akan dilancarkan sehari setelahnya. Berbagai sanak-famili dan sahabat sudah diundang. Doa-doa dan harapan pun dimunajatkan. InsyaAllah, kami akan menjadi pasangan berbahagia, sakinah, mawadah, warahmah dengan Ridho Allah dan doa teman-teman semuanya.

Subhanallah, Maha Suci Allah beserta segala karunia dan rahmatnya.

Cerita ini pun berakhir dengan bahagia, meski tanpa istana, gaun mewah, dan pangeran kuda putih dengan pedang baja-nya.


Surabaya, 10 Januari 2015


Shei dan Faris Mohon Doa Restu....

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More