Sabtu, 15 Juni 2013 merupakan salah satu hari yang tidak
akan pernah saya lupakan. Hari itu, si cantik Lili telah pulang. Gadis yang
kita dukung bersama-sama itu telah dipanggil ke Rahmatullah. Inalilahi wa
innailaihi raji’un. Sedih karena rindu, haru karena perjuangannya, dan bahagia
karena Allah-lah yang kini mendekapnya dengan erat. Lili, kamu sangat
menginspirasi. Begitu belia, energik, dan ramah. Tapi menghabiskan waktu
kelulusan SMA di Rumah Sakit ditemani ibu yang tiada pernah kekurangan cinta
untuk dibagi, begitu beruntungnya anak itu, begitu mulianya ibumu.
Pertama kali mendengar kabar bahwa Lili telah tiada, tangan
saya gemetar. Saya langsung teringat Mak Iis yang sedang dalam perjalanan
kesana ingin memberikan donasi dari teman-teman sekalian, karena hanya pada
Sabtu dan Minggu kami libur. Alangkah terguncang hati saya, pecahlah tangis.
Saya sangat sedih dan langsung membayangkan wajah Lili saat terakhir saya
kesana, Selasa lalu. Saya langsung menelepon Mak Iis sambil menangis. Dia hanya
bilang “I know… I know… we have to let her go… Allah lebih sayang Lili daripada
siapapun”. Aku tahu dia juga sedang menahan tangis dalam perjalanan. Mak Iis
menuju rumah Lili dengan uang senilai Rp, 1,350,000 hasil patungan teman-teman
untuk meringankan kebutuhan Lili. Uang itu belum sempat diserahkan oleh Mak Iis
karena sore itu rumah duka sangat penuh, Ibu Lili berkali-kali pingsan.
Akhirnya, Mak Iis mentransfer kembali uang tersebut ke saya dan harus saya
berikan pada malam harinya. Mak Iis harus survey satu keluarga di Bogor atas
permintaan saya. Beberapa hari lalu, saya didatangi single mother gharim yang
harus melunasi hutangnya atas biaya kelahiran anak ketiganya. Ia terjerat
hutang dari rentenir dan harus dibayar hari itu juga karena sudah jatuh tempo.
Dia juga bercerita tentang tanggungan 8 adik dan 3 anaknya tanpa tahu ayah
mereka dimana. Inisiatif kami, mereka akan diikutkan program Patungan Orang Tua
Asuh (POTA) Save Street Child, namun sayang, Mak Iis belum berjodoh, nomor
handphone Ibu tersebut belum bisa dihubungi. Mungkin kami akan coba lain kali.
Setelah menyelesaikan kewajiban, malam harinya saya langsung
berangkat ke Tangerang bersama Endang (8 tahun). Pukul 21.30 WIB
kami sampai di Sumur Pacing, Tangerang. Rumah duka sudah agak sepi. Saya masuk
dan melihat Ibu sedang duduk sambil menatapi foto-foto Lili semasa SMP. Begitu
saya datang, saya peluk Ibu dan mengelus-elus punggungnya yang sudah termakan
usia itu. “Alhamdulilah Bu, Lili sudah tenang, sudah tidak sakit, sudah didekap
Allah…”. Ibu sesenggukan. Ia sudah ikhlas rupanya. Hidungnya masih memerah,
matanya sembab. “Alhamdulilah neng…. Ibu ikhlas.. Allah lebih sayang Lili….
Lili udah sembuh sekarang”. Kami berpelukan. Merasakan kehangatan cinta
masing-masing pada Lili. “Boneka yang neng kasih itu, dibawa-bawa terus…Boneka
itu yang nemenin Lili sampai nggak ada”. Saya menangis mendengarnya. Saya
biasanya penakut. Keluar malam pasti tidak berani, entah kenapa, Selasa saya
nekat berkunjung ke Rumah Sakit Awal Bros Tangerang. Padahal jadwal berkunjung
saya seharusnya tgl 22 Juni karena banyaknya aktivitas. Allah memang Maha Baik.
Dia menyematkan keberanian dalam diri saya yang pada akhirnya bisa berkunjung
sampai tengah malam di Tangerang. Ternyata, hari itu memang terakhir kalinya saya
harus bertemu Lili dan bisa berkesempatan memberikan boneka sebagai teman tidur sampai ia tertidur
selamanya.
Malam itu, saya berbincang ringan tentang Lili bersama Ibu.
Mengingat-ingat bagaimana masa kecilnya hingga sekarang, melihat-lihat album
fotonya, dan menertawakan kejadian-kejadian lucu yang pernah dibuatnya. Kami
rindu Lili, amat sangat. Setelah mengobrol dan memeluk Ibu, saya harus segera
pulang, karena Endang sudah mengantuk. Keesokan harinya, kami juga harus pergi
pagi-pagi. Sebelum pulang, saya merogoh dompet dan mengeluarkan donasi untuk
Lili. Saya serahkan ke Ibu, namun Ibu menolak. “Nggak usah neng.. Lili udah
sembuh, Lili udah nggak ada. Ini biarin neng kasih ke orang lain yang lebih
butuh”. Padahal ia pun sehari-harinya mencucikan baju tetangga, dan berjualan
kue-kue. Namun, Ibu tidak ingin amanah teman-teman ini sia-sia. Saya sudah
mencoba membujuk Ibu dengan alasan untuk lunasi biaya selama Lili dirawat. Tapi
ia tetap menolak,”Ibu gak punya hutang, neng. Punteun atuh, bukannya nolak rejeki…Teman-teman Lili banyak
sekali…. Mereka sudah bantu Lili sampai sekarang. Alhamdulilah. Ini biar neng
kasih ke orang lain yang membutuhkan, anggap sodaqoh dari Lili, mohon doanya ya
neng..”.
Saya berkaca-kaca. Akhirnya saya menceritakan rencana saya
dan teman-teman untuk mengunjungi adik yatim yang menderita kanker mata di
daerah Pondok cabe, Tangerang. Ibu senang. Katanya, biar amanah ini sampai di
tangan orang yang tepat, biar Lili juga dapat barokah. Alhamdulilah. Betapa
jernih hati orang-orang yang dekat dengan saya. Saya selalu merasa bersyukur
dari hari ke hari. Saya belajar dari waktu ke waktu, dari orang-orang seperti
ini. Allah memang Maha baik. Saya didekatkan dengan orang-orang baik supaya
tugas-tugas baik dapat berjalan dengan lancar atas izinNya.
Barakallah.
Semua niat teman-teman untuk Lili sudah tersampaikan, dan
sekarang, bairkan donasi tersebut menjadi saldo untuk #Bantu adik yang lain.
Terima kasih sudah percaya.
Terima kasih sudah menyebarkan benih-benih cinta untuk
sesama. Mudah-mudahan, kita tak pernah lelah menjadi kaki-tanganNya dalam
menyampaikan bahasa-bahasa rahmat yang penuh cinta.
InshaAllah.
0 komentar:
Posting Komentar