Kamis, 28 November 2013

Orang Miskin Dilarang Sekolah (Sebuah Cerita Tentang Alan)


Hai hai,
Setelah beberapa hari ini dikejutkan oleh kabar duka dariseorang kawan, Tuan Vandi, blog ini akan kembali beraktivitas untuk menunjukkan realita Jakarta yang bisa kita keroyok rame-rame.

Kemarin malam, setelah bermuram karena ditinggal kawan, saya sangaaat lapar.
Akhirnya saya memutuskan untuk mampir ke booth “Ayam S*bana” yang dekat dengan kosan. Tapi, nggak beli ayam, malah beli bakso. Untuk yang jaga baik, boleh aja tuh…hehe.
Sambil makan, iseng saya ngobrol sama Alan,

Alan?
Keren kali ya namanya? Tapi cerita hidupnya tak begitu membuatnya berbangga (ini baru cerita, belum dikonfirmasi kebenarannya).

“Alan kamu umurnya berapa sih?”
“Hehe baru 18 taun kak”

Padahal perawakannya tinggi, legam, dan sepertinya dia berusia 25-an ke atas (secara fisik, dia ini keliatan lebih tua dari si pacar loh!)
Siapa yang sangka kalau Alan ini baru 18 tahun!
Yaampun…

“…trus, ini Ayam S*abana punya sendiri apa punya orang?”
“Punya saudara kak…”
“Sistemnya setoran gitu ya? Ada target?”
“Nggak ada target, iya, disetor ya harian…berapa dapat itu yang disetor”
“Oh, lalu kamu dapat berapa tuh dari setoran?”
“Nggak dapat apa-apa kak….Cuma makan”

Dhuar!

Seketika saya terbengong-bengong. Lalu saya pancing-pancing lagi. Kalau nggak dapat apa-apa, gimana Alan bisa kemana-mana? Dengan malu-malu, Alan menjawab “…ya nggak kemana-mana kak, sepulang kerja ya tidur, gitu terus setiap hari.”
Iya
Benar-benar setiap hari.
Tanpa libur.
Tapi tau nggak?
Saya nggak pernah meilhatnya muram.
Dia selalu melayani pemnbeli dengan mata berbinar dan senyum yang cerah.

“Alan,dulu sekolahnya sampai tama tapa?”
“Cuma sampe kelas 4 SD kak. Soalnya ibu-bapak waktu itu bilang..Nggak punya biaya sekolah. Jadi lah Alan mending berhenti dari 4 SD. Padahal tadinya pengen sekolah, trus mondok..Pengennya sih jadi Ustaz gitu”

Saya terdiam.
Benar-benar ya….orang miskin memang gak boleh sekolah. Sambil makan bakso dan ngobrol dengan Alan, Tandi, tukang bakso, menimpali..

“Saya juga mbak, Cuma sampe kelas 5 SD. Trus keasyikan cari duit…Tapi sekarang sih pengen nikah, pengen punya usaha sendiri” jelasnya. Ia juga bercerita tentang sistem bagi hasil bakso keliling yang dilakoninya itu. Ia ambil Rp. 500/buah, dan menjualnya Rp. 600/buah. Sehari-hari ia bisa mengantongi Rp. 30.000- Rp. 50.000. Itu pun harus dipotong untuk belanja lagi, jadi laba bersih mungkin ya Rp. 20.000- Rp. 30.000 per hari.

See?
Bagaimana kita menghargai uang memang berpengaruh dengan syukur.
Mereka bersyukur kok,
Tapi, syukur bukan berarti menjadi malas mengubah nasib.
Alan lalu saya tawari untuk bersekolah lagi, dan dia mau. Kebetulan saya ada kenalan pondok pesantren bagus yang dikelola oleh Abang ketemu gede, Bang Munawar.

Bang Munawar M. Ali ini pendiri Sekolah Rakyat Bogor yang terkenal sekali itu. Beliau merupakan orang baik yang beneran baiknya. Seorang ustaz yang relijius tanpa mengkafirkan orang lain. Sehingga dipercaya menjadi guru ngaji salah satu orang terkaya di negri ini (nggak usah sebut merk lah ya). Meski bergaul dengan pembesar-pembesar, Bang Munawar ini sangat rendah hati. Ia juga berhati-hati dalam mengelola yayasannya, tak mau disikut-sikut si pembesar yang nntabene juga bermasalah dengan pajak dan sebagainya itu. Ikhtiar yang luar biasa dibalik godaan-godaan. Ini baru keren! Teruji!

Setelah ngobrol dengan si Abang via aplikasi chatting, Abang berpesan supaya saya juga mencarikan ortu asuh supaya Alan bisa lebih terjamin. Maklom, Pondok ini baru., cek aja di twitter Min Karomah. 
Lalu saya buka saweran di twitter selama kurang lebih 15 menit. 



Terkumpullan 3 orang baik yang mau mendermakan hartanya untuk Alan sebesar Rp. 200rb/bulan selama 6 bulan. Ini artinya, kebutuhan Alan di pondok Rp. 400.000/ bulan dan tabungan dia Rp. 200.000/ bulan aman. Kakak-kakak baik hati itu bisa dicari di twitter: @dim_oz @RiantiAgnesia dan @candra_kun (maaf ya di-publish, habisnya biar bikin iri yang lain haha)

Alan akan masuk pada program “Patungan Orang Tua Asuh” yang dikelola oleh Save Street Child dibawah kakak Velly Marchia. Ini memudahkan pelacakan dan penagihan donasi per bulannya karena saya sudah pasti akan lupa dan teledor. Kakak Velly bisa langsung ambil alih dan menghubungi donatur-donatur Alan secara periodik.

InsyaAllah.

Sekarang, perjuangan selanjutnya adalah meyakinkan Alan untuk menuntut ilmu dengan baik dan menculiknya dari majikan tak berperikemanusiaan itu :p
(bohong lah…diizinin nanti)
Yak!
Nanti saya akan minta bantuan teman lagi untuk melakukan hal di atas karena masih banyak kerjaan di Yayasan haha (emang dasar males).
Nah,
Begitulah secuplik cerita tentang Alan.

Thankyou for providing Alan such opprotunity to be a free and educated boy!
Mari makan dan ngopi lagi :)

Disclaimer:
Mohon maaf foto Alan tidak dimuat di blog ini, tapi akan langsung diberikan pada donatur dan pihak-pihak terkait. Alan tidak dijual, by the way :p


1 komentar:

Saya mengalami hal yg hampir sama seperti Alan , saya anak tunggal saya bisa sekolah formal sampai SLTP karena ibu saya tidak mampu membiayai saya.Akhirnya saya bekerja sebagai pembantu dan saya melanjutkan SMA terbuka dan ikut ujian paket C .Tapi hal paling berat yg harus saya hadapi adalah tekanan dari orang2 terutama dilingkungan saya dikampung.Ada yg bilang orang miskin mah ga usah muluk2 pengin sekolah, ga ush mkir cita2, sekolah trus kayak mau jadi jenderal.Tapi saya tetap jalan terus sampai saya bisa kuliah di Bandung sambil bekerja dan Alhamdulillah sudah selesai sidang skripsi dan saya juga sedang merintis perpustakaan kecil untuk dikampung saya (Banyumas),saya pengin merubah pola pikir masyarakat bawha sekolah dan belajar itu adalah hak semua orang bahkan bagi saya belajar itu wajib, dan jangn membully orang yang mau belajar dan bercita2 untuk bisa menjadi manfaat untuk orang banyak.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More