Kamis, 23 Januari 2014

Dr. Tahir: Prinsipnya, Bekerja Juga Kudu Berderma


Dari Melarat Jadi Konglomerat
Siapa sangka, lahir di lingkungan melarat, bisa membuat anak ini berkembang jadi konglomerat?
Iya. Tidak ada yang menyangka, bahkan mungkin dirinya sendiri juga tak mengira. Tapi, Tahir muda, membuktikan semua kerja keras dan keuletannya selama ini. Tak mau dikalahkan nasib, ia selalu melajukan mimpi dari segala ketidakmungkinan.

Dr. Tahir lahir di Surabaya, 26 Maret 1952. Saat ini, ia ada dalam daftar konglomerat dunia dari Indonesia dan menggawangi Mayapada Group, sebuah holding company yang memiliki beberapa unit usaha di Indonesia meliputi perbankan, media cetak dan TV berbayar, properti, rumah sakit dan rantai toko bebas pajak (DFS).

Karier gilang gemilang ini dimulai dari pemberontakan terhadap nasib. Kala itu, Dr. Tahir bahkan tak bisa melanjutkan kuliah karena tak punya biaya. Ayahnya yang hanya berprofesi sebagai pembuat becak mendadak sakit keras dan tak bisa bekerja. Alhasil, Dr. Tahir lah yang harus menyokong keluarga.
Kemiskinan tidak membuatnya patah semangat. Meski bukan tergolong keluarga kaya, tapi, ayah Dr. Tahir ingin anaknya mendapat pendidikan yang terbaik. Tahun 1971, ia menamatkan sekolahnya di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya. Setelah taman SMA, Dr. Tahir mencoba mencalonkan diri untuk program beasiswa di sekolah bisnis di Nanyang University, Singapura. Di negeri Singa itu, ia menempuh studi sembari tiap bulan mencari produk di Singapura untuk dijual di Surabaya. Dia membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura, dan menjualnya kembali ke Indonesia.

Dari sini, terbersitlah ide untuk memulai bisnis garmen impor untuk membantu biayai sekolahnya. Setelah lulus sarjana dari Nanyang University, Singapura, ia melanjutkan pendidikan keuangan di Golden Gates University, Amerika Serikat dan menyelesaikan program Master.

MAYAPADA GROUP: Pemain Baru Yang Cerdik Bertaktik
Dr. Tahir terkenal sebagai pengusaha muda bermental baja. Selain ulet, ia juga kreatif. Sehingga apa saja seakan-akan bisa menjadi ‘emas’ di tangannya. Inilah yang membuatnya mendirikan holding company Mayapada Group pada 1986. Bisnisnya merambah ke dealer mobil, garmen, perbankan, sampai kesehatan. Tahun 1990 Bank Mayapada lahir menjadi salah satu bisnis andalannya, menggantikan bisnis garmennya yang kurang berkembang. Tidak ada yang memprediksi bahwa Bank Mayapada yang memang berfokus pada pengucuran kredit usaha kecil ternyata tak terpengaruh krisis ekonomi 1998. Saat bank-bank lain ‘seret’ dan hampir kolaps, Bank Mayapada malah masuk ke pasar Saham Bursa Efek Jakarta. Aktivitas perbankan Bank Mayapada tidak lumpuh karena ia tidak mengambil kredit dari bank asing sebesar bank-bank di Indonesia pada waktu itu. Pada 2007, justru bank ini mendapatkan predikat bank umum terbaik nomor 2 dari majalah InfoBank.

Konglomerat Indonesia ke-12
Keuletan Dr. Tahir membuahkan hasil, saat ini, ia ada dalam urutan ke-12 konglomerat di Indonesia. Kekayaannya saat ini mencapai 2 miliar dolar AS atau setara dengan 19 triliun rupiah. Lalu untuk apa pengakuan ini? Tentu saja bukti bahwa kerja kerasnya menghasilkan profit, baik bagi dirinya, dan juga bagi karyawan-karyawannya. Unit-unit bisnisnya melakukan penyerapan tenaga kerja, dan tentu saja, kegiatan finansialnya melalui Bank Mayapada juga ikut berkontribusi untuk pengembangan usaha kecil.

Tak berakhir disana,

Dr. Tahir tertarik untuk merambah sektor Rumah Sakit,  toko bebas bea serta perusahaan media.  Termasuk diantaranya sebagai pemegang saham perusahaan PT Wahana Mediatama, yang memiliki izin (lisensi) untuk penerbitan Forbes Indonesia. Selain itu, kelompok usaha Mayapada Group terus berkembang dengan sebelas perusahaan properti yang berlokasi di Bali, Indonesia dan Singapura.

Berkat kontribusinya di pengembangan usaha kecil di Indonesia, Dr. Tahir dianugerahi gelar Doktor Kehormatan oleh Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya pada 2008.

Bekerja dan Berdema, Seimbang.
Tak larut dalam kegelimangan harta, Dr. Tahir yang pernah merasakan tidak enaknya jadi ‘orang kecil’ tentu saja juga suka berderma. Bekerja dan Berderma harus seimbang. Dr. Tahir memulai dengan membangun Rumah Sakit Mayapada yang berlokasi di Tangerang dan Jakarta. Saat peresmiannya, Dr. Tahir memberikan pengobatan jantung gratis untuk penderita penyakit jantung yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Tidak berhenti di situ, semakin tahun, semakin besar pula dana kemanusiaan yang dialokasikan, hingga mencapai puluhan juta dollar AS. Kegiatan berderma Dr. Tahir juuga merambah bidang pendidikan dengan pemberian beasiswa maupun bantuan pengembangan pendidikan lain. Skala donasinya bukan hanya di tingkat nasional, melainkan juga regional dan global.

Musibah banjir Jakarta tahun 2013 juga merupakan momentum untuk mengabdikan diri pada ibukota. Dr. Tahir, bos Maspion Group Alim Markus dan bos Lippo Group sekaligus mertuanya Mochtar Riady mendonasikan 7 miliar rupiah dalam bentuk pengadaan air bersih, buku dan juga seragam sekolah bagi anak-anak korban banjir di Jakarta.

Tak Hanya Setor Uang, Berderma Juga Punya Strategi
Aktivitas kemanusiaan Tahir Foundation diakui secara global. Ini yang membuat Bill & Melinda Gates Foundation mau diajak bekerjasama. Dr. Tahir menyumbangkan dana hingga 75 juta dolar AS setara sekitar 900 miliar rupiah kepada The Global Fund untuk menanggulangi masalah TBC, HIV, dan malaria serta untuk perkembangan program Keluarga Berencana (KB).

Dr. Tahir percaya, berderma pun perlu strategi. Melalui skema matching fund, insting bisnisnya digunakan pula dalam roda institusi non-profit ini, dan siapa yang mengira kalau skema ini berhasil? Itu sebabnya ia merangkul Gates.

Bill & Melinda Gates Foundation mempunyai skema matching fund, artinya setiap donasi yang dikeluarkan oleh mitra akan dilipatgandakan dua kali lipat. Donasi 75 juta dolar AS itu akhirnya beranak menjadi 150 juta dolar AS, dan dikembalikan ke Indonesia sebagai salah satu negara penerima donasi. Sesuai kebijakan The Global Fund, sebuah negara hanya berhak menerima donasi apabila ada seorang warga negara tersebut yang menjadi donatur ke The Global Fund. Dan Tahir menjadi orang pertama serta satu-satunya yang menjadi donatur ke lembaga ini.

Menurut Gates, Indonesia dianggap telah berhasil meningkatkan angka kesehatan warga negaranya, walaupun masih banyak juga permasalahan yang harus diselesaikan.

"Ini merupakan contoh aksi filantropi paling fenomenal baik bagi Indonesia maupun regional," ujar Bill Gates kala itu di Abu Dhabi.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More