Kamis, 12 Juni 2014

SURAT TERBUKA FIFA: Lingkaran Kecil, Lingkaran Besar




“…..jangan sampai kedatangan saya di Metro TV ini juga dipolitisasi lho, ya” kata saya dengan senyum-senyum ke Mas Indra, presenter Prime Time News Metro TV. beberapa saat setelah ia menanyai motif melayangkan surat terbuka ke FIFA.  


Cerita Tentang Saya
Saya ini orang yang sangat cuek terhadap diri sendiri. Hidup saya biasa-biasa saja, ini yang membuat saya banyak mikir di luar diri saya. Karena, pada dasarnya, saya orang yang bahagia. Lahir di keluarga mampu dan utuh serta memberikan limpahan kasih sayang. Belum lagi memiliki teman-teman penggerak yang mau diajak mimpi besar untuk berkontribusi bagi negri ini melalui Save Street Child. Mereka ada di seluruh Indonesia. Iya, anak-anak muda yang sangat keren! Saya beruntung.

Tapi, saya sangat rewel terhadap hal-hal yang saya rasa tidak benar, dan kira-kira bisa diperbaiki. Nanti saya akan cerita. Ini adalah tentang lingkaran kecil, dan lingkaran besar. Lingkaran kecil, menurut saya, menyangkut tentang hal-hal remeh, yakni tentang diri sendiri dan tentu saja kelompok yang berafiliasi dengan kita. Lingkaran besar, di lain pihak, berisikan hal-hal yang menyangkut kepentingan publik, dalam ranah yang lebih luas lagi.

Akhir-akhir ini saya sedang mendapat durian runtuh atas opini saya tentang “netralitas media” yang tertuang pada Surat FIFA. Kebetulan, kasusnya adalah tentang bagaimana menjaga netralitas media selama masa kampanye, melalui siaran piala dunia. Siapa yang tidak menunggu Piala Dunia? Perhelatan sepak bola terbesar di dunia yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali ini mungkin dinantikan oleh semua orang di berbagai belahan bumi.



Surat Terbuka FIFA & Frekuensi Publik
Oya, mau tau cerita tentang Surat FIFA?
Begini ceritanya,
Saya menulis sebuah surat terbuka pada FIFA supaya momen Piala Dunia tidak dipolitisasi. Saya sebagai publik sudah jengah dengan banyaknya iklan-iklan politik manipulatf yang dibalut dalam siaran-siaran TV tanpa mengindahkan aturan kampanye. Saya rasa teman-teman bisa baca berita tentang surat KPI ke Kemkominfo mengenai pelanggaran-pelanggaran P3/SPS olehbeberapa stasiun TV.

Mengapa hal ini sampai terjadi? Ini mengingat kepemilikan stasiun TV. Sebut ada berapa pemilik Stasiun TV di Indonesia? Dia lagi, dia lagi kan? Nah itulah. Konglomerasi media ini sebetulnya tidak sehat (entah kenapa masih dibiarkan saja). Tapi, ya bisnis, teman-teman. Lagi-lagi kita akan bicara tentang kepemilikan modal. 

Tahukah kamu?
Secara bisnis, stasiun-stasiun TV memang dimiliki oleh konglomerat. Orangnya itu-itu saja. Tapi, secara perundangan, frekuensi siaran itu milik publik, lho. Iya, frekuensi itu milik kita. Dan memang seharusnya digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan kita dong yah. Baca Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3/SPS) ini yang berisi aturan-aturan tentang penyiaran. 

Pernah dengar “Kode Etik Jurnalistik”? Nah, dalam penyiaran, ada tambahan aturan. Jika Kode Etik Jurnalistik mengikat konten pemberitaan, P3/SPS ini mengikat tentang teknis dan bagaimana seharusnya sebuah stasiun televisi mengudara dalam kanal informasi kita. 

Teman-teman harus tau kalau frekuensi itu jumlahnya terbatas, dan kabar baiknya adalah, itu dikelola oleh negara dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk publik. Terdengar klise? Ya begitulah norma, memang normatif. Tapi, bagaimana mungkin kita “bermain” tanpa adanya “aturan”? Nanti malah saling tabok lho =D

Nah, kembali lagi ke topik Surat FIFA.

Jika ditarik motif utama saya menulis surat terbuka untuk FIFA, tentu saja, antisipasi terhadap politisasi sepak bola, atas nama keadilan dan merebut kembali frekuensi publik yang selama ini dijajah. 

Kenapa menulis surat ke FIFA? Ya karena FIFA-lah yang punya lisensi penayangan Piala Dunia, dan 2 TV terbesar di Indonesia itulah yang punya hak siarnya. Mbak Soraya Hylmi juga sudah membahas kan? Lisensi tersebut memiliki aturan-aturan dan penayangannya tidak boleh merusak konten yang seharusnya (lihat video).



Rebut Kembali Frekuensi Publik
Kita juga tahu, 2 TV pemegang hak siar itu cenderung memihak ke capres tertentu. Dalam momentum Piala Dunia ini, saya kehabisan kesabaran dan akhirnya mencoba merebut perhatian publik dengan menuliskan surat terbuka, yang, alhamdulilah, mendapat animo luar biasa.

Ini baru awal, teman. Kalau teman-teman mau ikut berjuang MEREBUT KEMBALI FREKUENSI PUBLIK, mari kita sama-sama bikin petisi nanti. Kita bantu KPI dan Bawaslu supaya betul-betul bekerja dengan giat, menyingkirkan sampah-sampah politik yang tak berimbang dan melanggar aturan kampanye (kampanye harus adil kan? Tidak berat sebelah? Hehe....)

Lagi-lagi ngomongin netralitas media ya?

Iya.

Ini penting.

Karena, tidak banyak orang yang sepintar teman-teman ini. Eksposur konten yang berisi kampanye berat sebelah bisa jadi mempengaruhi opini publik, dan yang pasti, sangat menganggu. Atau, teman-teman mungkin tidak keberatan ya misal ada capres tertentu yang mendadak jadi komentator pertandingan atau bahkan mengeblok layar TV dengan iklan politik? Hehe....

Media seharusnya netral. 

Benarkah?

Oh tentu tidak. Media seharusnya MEMIHAK. Keberpihakannya itu tentu harus pada KEPENTINGAN PUBLIK. Harus diperbesar ya, supaya kita mengerti. Asal teman-teman tahu, Politisasi ini sudah terjadi sejak jaman dulu kala. Sejak jaman TVRI masih dikuasai Orba pun. Kita tak akan dengar adanya berita tentang pemerintah yang korup. Tidak akan pernah. 

Namun, di era keterbukaan informasi seperti sekarang, ketika siaran TV menjadi lebih bebas, blunder terjadi dimana-mana. Para konglomerat sekarang saling gontok-gontokan. Ehehe... Saya masih ingat penyebutan musibah lumpur sebagai “LUSI” (Lumpur Sidoarjo) di beberapa stasiun TV yang dimiliki oleh orang yang berkasus itu. I know, right?
 



Bedakan Hak Berpolitik dengan Merebut Kembali Ruang Publik
Banyak yang menyangka, saya menulis Surat FIFA itu karena motif pribadi saya mendukung capres tertentu. “Coba kalau yang punya hak siar itu Metro, Mbak Shei pasti gak akan nulis,” semprot seseorang di media sosial, tepat ketika saya memutuskan untuk menyiarkan surat tersebut di blog. Saya cuma senyum dan mencoba mengerti. Wajar saja muncul opini seperti ini karena dalam postingan lain di blog, saya jelaskan saya mendukung salah satu capres. 

Saya tidak masalah dengan dugaan seperti itu, asal bisa dibuktikan. Soalnya, ketika saya mendapat slot untuk menjelaskan mengenai kekhawatiran politisasi piala dunia di Metro TV malam lalu (11/06), saya juga menegur Metro TV (lihat video). 

Saya minta, Metro TV dapat menjaga independensi selama masa kampanye ini, supaya dapat memberikan informasi secara berimbang. Tahu tidak? Metro TV mendukung siapa? Mereka dukung capres pilihan saya lho, hehe.... Saya tidak peduli. Metro TV itu instansi media. Ia harus adil juga, tanpa terkecuali.

Pembawa acara diskusi malam itu senyum-senyum mendengar celotehan saya, karena, kita semua tahu, bagaimana media-media itu bermain selama masa kampanye. Memuakkan sekali, ya? Itulah, for the sake of fairness, saya memilih untuk menanggalkan kepentingan politik pribadi demi kepentingan yang lebih besar (saya bisa saja kampanye untuk mendukung calon presiden saya, kebetulan acaranya LIVE jadi tak mungkin ada CUT dari produser).

Saya sudah jelaskan di atas. Ada lingkaran kecil, ada lingkaran besar. Hak politik pribadi termasuk lingkaran kecil. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai siapa nanti yang akan dipilih, merupakan lingkaran besar.

Kalau teman-teman menonton acara diskusi “Prime Tme News” di Metro TV semalam, teman-teman dapat melihat fokus dari Surat FIFA saya. Dan tenang saja, saya cuma gadis kecil yang sedang gelisah terhadap ketidakadilan. Dan saya adalah bagian dari kamu semua (senyum).

Jadi, mau hidup di lingkaran mana?

Selamat beraktivitas.

Salam sayang,
Shei


  


P.S:
Tayangan Prime Time News Metro TV kemarin berlangsung LIVE, tapi sudah direkam oleh web resmi dan dapat dilihat per segmen disini, disini, dan disini.

3 komentar:

Yuk ,kita rebut kembali frekuesni untuk publik.

Wah, jadi tambah ilmu. Thanks for study it, let's make smart. :)

waaaah...love this! setujuuu..stop politisasi ini dan itu yang ngg perlu dan mengganggu sekali...congrats juga untuk your brilliant letter :)...just come across your blog and hope to be back soon :)...cheers...

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More